Kamis, 07 Februari 2013

Pengertian Pantun Banjar

Pengertian Pantun Banjar
Dalam sastra lisan Banjar dikenal juga bentuk pantun sebagai bagian dari sastra lisan Banjar yang keberadaannya tidak dapat dihilangkan hingga sekarang, biasanya digunakan saat acara pinang meminang.
 
Pantun Banjar adalah pantun yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Bahasa Banjar dituturkan oleh suku Banjar yang umumnya digunakan di Kalimantan Selatan dan provinsi tetangganya serta daerah perantauan suku Banjar (http://id.wikipedia.org/wiki/pantun-Banjar).
 
Definisi pantun Banjar menurut rumusan Tajuddin Noor Ganie (2006) adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi khusus yang berlaku dalam khasanah folklore Banjar.

Pantun Banjar merupakan pengembangan lebih lanjut dari peribahasa Banjar. Istilah pantun sendiri menurut Brensetter sebagaimana yang dikutip Winstead (dalam Usman, 1954) berasal dari akar kata “tun” yang kemudian berubah menjadi “tuntun” yang artinya teratur atau tersusun. Hampir mirip dengan tuntun adalah tonton dalam bahasa Tagalog artinya berbicara menurut aturan tertentu (dalam Semi, 1993: 146-147).

Sesuai dengan asal-usul etimologisnya yang demikian itu, maka pantun memang identik dengan seperangkat kosa-kata yang disusun sedemikian rupa dengan merujuk kepada sejumlah kriteria konvensional menyangkut bentuk fisik dan bentuk mental puisi rakyat anonim.

Setidak-tidaknya ada 6 kriteria konvensional yang harus dirujuk dalam hal bentuk fisik dan bentuk mental pantun ini, yakni:
  1. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah.
  2. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 2 baris (pantun kilat) dan 4 baris (pantun biasa dan pantun berkait).
  3. Pola formulaik persajakannya merujuk kepada sajak akhir vertical dengan pola a/a (pantun kilat), a/a/a/a, a/a/b/b, dan a/b/a/b (pantun biasa dan pantun berkait).
  4. Khusus untuk pantun kilat, baris 1 berstatus sampiran dan baris 2berstatus isi.
  5. Khusus untuk pantun biasa dan pantun berkait, baris 1-2 berstatus sampiran dan baris 3-4 berstatus isi.
  6. Lebih khusus lagi, pantun berkait ada juga yang semua barisnya berstatus isi, tidak ada yang berstatus sampiran.
Zaidan dkk (1994: 143) mendefinisikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas  4 larik dengan rima akhir a/b/a/b. Setiap larik biasanya terdiri atas 4 kata,  larik 1-2 merupakan sampiran, larik 3-4 merupakan isi. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara sampiran dan isi ini, pantun dapat dipilah-pilah menjadi 2 genre/ jenis, yakni pantun mulia dan pantun tak mulia. Disebut pantun mulia jika sampiran pada larik 1-2 berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis dan sekaligus juga berfungsi sebagai isyarat isi. Sementara, pantun tak mulia adalah pantun yang sampirannya (larik 1-2) berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis saja, tidak ada hubungan semantik apa-apa dengan isi pantundi larik 3-4.

Sementara Rani (1996: 58) mendefinisikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 baris dalam satu baitnya. Baris 1-2 adalah sampiran, sedangkan baris 3-4 adalah isi. Baris 1-3 dan 2-4 saling bersajak akhir vertikal dengan pola a/b/a/b.

1 komentar:

  1. Terimakasih atas infonya gan .. :)

    Ayo Cepet Gabung di gameforsmart... !!!
    Aplikasi pembelajaran secara online. Cara pendaftarannya sangat mudah tanpa di pungut biaya apapun alias Gratiss loooo ...!! :D
    Monggo segera di buka websitenya www.gameforsmart.com

    BalasHapus